![]() |
Sumber: Google |
Dulu, waktu masih sekolah lalu lanjut ke jenjang kuliah,
selalu pikirnya yang muluk-muluk. Mau jadi wartawan yang kerjaannya jalan-jalan
ke luar negeri, punya rumah sendiri, punya mobil mazda zoom-zoom dan bisa
bayarin Mama pergi haji. Sampek dibikin target dan tanggal-tanggalanya. Hehe.
Terus sekarang, selesai sidang skripsi, dinyatakan lulus..
dan bekerja.
Dimana? Di kampus sendiri. Is it bad? Enggak juga sih. Ada yang bilang saya beruntung, tapi
kadang merasa tidak. Yang bilang beruntung karena gampang dapet kerja, belum
lulus udah di hire di kampus sendiri.
Tapi namanya manusia, sempet tergoda ngeliat orang-orang, temen-temen yang dulu
sekolah bareng, udah jadi sukses di luar. Sempet mikir, this is my comfort zone and i have to go out.
Tapi, sebelum berlanjut ke pemikiran-pemikiran dan
pertanyaan selanjutnya tentang karir. Saya akhirnya bertanya lagi, sama diri
sendiri,
Memangnya, sukses itu apa sih?
Sering-sering traveling,
ke kantor naik mobil keren, pulang ke rumah yang mewah.. itu sukses? Terus saya
nanya lagi, apa mereka segampang itu untuk sukses?
Saya liat diri saya.. belum satupun dari “wish list” saya yang terwujud. Kasarnya,
boro-boro beli mobil, beli TV aja masih nyicil.
Lalu sampailah saya pada suatu pertemuan dan percakapan
dengan dua orang. Dua-duanya orang yang selalu saya lihat “Wah.. enak yaaa”,
yang (tadinya) setiap saya bertemu mereka dan merasa ingin keluar dari zona
nyaman ini.
Percakapan pertama,
Seorang senior staff pada divis CSR di sebuah perusahaan
yang ownernya menduduki peringkat
ke-empat orang terkaya di Indonesia.
Pekerjaan beliau menurut saya itu “GUE BANGET! THAT’S MY PASSION!!”
Turut turun ke kegiatan sosial, jalan-jalan, bikin acara..
semuanya sosial.
Saya penasaran, gimana sih awalnya sampai akhirnya sekarang
beliau bisa seperti ini? Apa yang diperlukan untuk menjadi seperti beliau? (BECAUSE I WANT IT!)
Ternyata.. “Sebelum gue disini, dulu gue pernah kerja di
bagian accounting di perusahaan punya Belanda. Selama 7 tahun. Trus gue pindah
kesini (perusahaan sekarang), di bagian accounting juga 4 tahun. Lu bisa
bayangin gak? Accounting! Akhirnya gue pernah ngerasa stuck, monoton dan hampir
depresi sama kerjaan gue. Puyeng gue lama-lama. Yaudah, gue pindah ke bagian
General Affair. Disitu saya udah mulai enjoy. Gue kayak nemuin apa yang saya
mau. Nah dari GA, barulah sekarang gue di CSR. Udah 4 tahun gw di CSR. Dan sekarang
mah gue udah gak mau cari apa-apa lagi dah yang penting enjoy..”
Percakapan kedua,
Yang ini bisa dibilang teman baik saya. Dia senior saya, dan
sekarang dia bekerja di media, perusahaan besar dan bergengsi di Indonesia.
Di umurnya yang masih muda, sebaya dengan saya, dia sudah
mapan.. sukses (lagi, lagi.. sukses menurut saya yang melihat). Dia selalu
menceritakan yang enak-enaknya di pekerejaan dia. Beda dengan orang pertama,
orang ini bisa dibilang mulus untuk perjalanan karirnya. Fresh graduate, kerja
di perusahaan besar dan berkembang disana.
Saya penasaran, ada gak sih rasa gak enaknya jadi dia?
Akhirnya dia cerita..
“Kerja di media itu gak enak, Wi. Gak ada waktu. Bahkan untuk
tidur aja kurang banget. Kalau disana, datang ontime itu harus tapi pulangnya
molor. Gue bisa sampe jam 1 dikantor ngurusin kerjaan, pulang ke kostan, pagi
udah bangun lagi ngantor lagi. tidur gak sampe 7-8 jam. Paling 4-5 jam. Begitu setiap
hari. Makanya kalau libur ya tidur. Lebaran kemarin aja gue gak lebaran, gak
kerumah sodara, gak ada waktu. Kerja.”
Ada harga yang harus dibayar. Ada harga yang harus dibayar.
Untuk bisa nemuin passion
dan bekerja karena passion, butuh
waktu bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun prosesnya. Untuk bisa kerja
dengan gaji besar bisa beli ini itu, butuh kelapangan hati untuk tidak ada
waktu untuk keluarga, teman dan bahkan diri sendiri.
Dua percakapan itu, akhirnya membuat saya berpikir lebih
luas lagi. lebih terbuka, dan belajar untuk tidak picik. Dan yang lebih penting
lagi, membuat saya untuk lebih bersyukur.
Semuanya butuh proses. Semua ada harganya. Terkadang, kita
terlalu silau melihat kesuksesan orang lain tanpa mau tau bagaimana cara mereka
mencapai itu. Hingga akhirnya kita terburu-buru, tergesa-gesa lalu akhirnya
tersandung dan jatuh.
Sampai detik ini saya menulis, saya masih bertanya..
memangnya, sukses itu apa sih?
Sepertinya, sukses itu persepsi orang lain. Bagaimana seseorang
mencerna cerita kita,melihat update foto-foto dan stasus kita, melihat
pekerjaan kita dan seberapa enaknya kita bekerja.. lalu kemudian di
intrepretasikan menjadi satu kata, “SUKSES”. Padahal, siapa yang tau dibalik
embel-embel sukses itu banyak kesulitan yang kita jalani.
Jadi sekarang, yaudah.. I'm here. I'm enjoying my work.. Inilah prosesnya.
Melihat "kesuksesan" orang lain itu memang perlu untuk motivasi diri, tapi pada akhirnya kita harus balik bertanya pada diri sendiri dan berkaca.. Apa saya sudah pantas?
Berbenah diri, siapkan amunisi tapi jangan terlalu obsesi.
Mimpi memang harus tinggi.. dan itu pasti bisa kita raih. Seperti kata Endah n Rhesa, "Mimpi takkan berlari"
Jadi tak perlu tergesa-gesa. Inilah prosesnya, nikmati dan pelajari..
Hingga suatu hari nanti, giliran orang lain yang mengintrepretasikan kata "Sukses" itu ada pada diri kita.
Selamat makan siang! ^^
0 comments:
Post a Comment